Lima Hari Koreksi Terus, Bagaimana Nasib Rupiah Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah masih dalam tren pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) padahal cadangan devisa RI melonjak ke level tertinggi sejak September 2021.

Melansir data Refinitiv, pada akhir perdagangan kemarin, Senin (8/1/2024) rupiah ditutup melemah 0,06% ke angka Rp15.520/US$. Pelemahan ini terjadi selama lima hari beruntun sejak 2 Januari 2024

Sementara DXY pada kemarin pukul 15.30 WIB naik tipis 0,1% menjadi 102,51. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (5/1/2024) yang berada di angka 102,41.

Pelemahan rupiah kemarin justru terjadi setelah BI telah mengumumkan bahwa cadangan devisa (cadev) mengalami kenaikan yang luar biasa yakni sebesar US$8,3 miliar menjadi US$146,4 miliar pada Desember 2023.

Kenaikan posisi cadev tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Posisi cadev tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Posisi cadev saat ini merupakan yang tertinggi sejak September 2021 atau sekitar lebih dari dua tahun terakhir. Neraca perdagangan Indonesia juga masih surplus dan diikuti dengan penerbitan surat utang yang mempengaruhi cadev yang mengalami kenaikan.

“Neraca perdagangan diproyeksikan surplus sekitar US$2,5 miliar pada Desember 2023 dan aksi pemerintah dalam penerbitan utang juga memiliki pengaruh dalam kenaikan cadev,” kata Myrdal Gunarto, Global Market Economist Maybank kepada CNBC Indonesia.

Kendati cadev melonjak sangat tinggi, akan tetapi situasi penerbitan surat utang luar negeri menjadi salah satu faktor utama gemuknya cadev saat ini. Hal ini dinilai kurang sehat secara prakteknya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga mengkhawatirkan bahwa kenaikan cadev ini hanyalah semu dan akan kembali menyusut dalam beberapa waktu mendatang.

Beralih pada hari ini, Selasa (9/1/2024) ada sejumlah data yang akan rilis dan potensi mempengaruhi gerak rupiah. Salah satunya dari neraca dagang AS yang akan rilis malam nanti untuk periode November 2023.

Neraca perdagangan AS pada November 2023 diproyeksi akan mengalami defisit lebih besar mencapai US$ 65 miliar, dibandingkan defisit bulan sebelumnya sebesar US$ 64,3 miliar.

Walaupun data yang keluar cenderung laggard, akan tetapi proyeksi pelebaran defisit neraca dagang ini menunjukkan semakin terkontraksi-nya perdagangan ekspor dan impor di AS.

Melansir dari Trading Economics, ekspor AS pada November akan menyusut ke US$ 252,8 miliar dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 258,8 miliar. Sementara impor akan menyusut jadi US$ 317,6 miliar dibandingkan satu bulan sebelumnya sebesar US$ 323 miliar.

Bagi Indonesia, AS merupakan negara kedua terbesar yang menyumbang ekspor terbesar setelah China. Sehingga, perkembangan neraca dagang Negeri Paman Sam ini patut dicermati karena akan mempengaruhi perdagangan ekspor-impor Tanah Air.

Teknikal Rupiah

Secara teknikal dalam basis satu jam, pergerakan rupiah kini memasuki tren pelemahan mengikuti garis rata-rata selama 20 jam atau moving average 20 (MA20). Apabila rupiah belum bisa menembus ke bawah MA20 tersebut maka rupiah masih ada potensi pelemahan terdekat ke resistance Rp15.535/US$. Angka tersebut didapatkan dari garis horizontal berdasarkan high candle yang pernah diuji pada 4 Januari 2024.

Kendati demikian, ada pula support yang bisa dicermati sebagai target penguatan terdekat ke level psikologis Rp15.500/US$. Angka ini sekaligus juga bertepatan dengan garis rata-rata selama 50 jam atau moving average 50 (MA50). https://kamusgakjelas.com/

Pergerakan rupiah dalam melawan dolar AS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*