Awasi Harga Tiket Pesawat

Ingat Nih, Menhub Tak Segan Berikan Sanksi

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau sarana dan prasarana transportasi udara di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang dalam rangka kesiapan Angkutan Lebaran 2024,
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau sarana dan prasarana transportasi udara di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang dalam rangka kesiapan Angkutan Lebaran 2024,

RM.id  Rakyat Merdeka – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengingatkan maskapai mengikuti regulasi yang berlaku terkait penetapan harga tiket pesawat selama musim mudik Lebaran 2024.

MENTERI Perhubungan (Men­hub) Budi Karya Sumadi me­mastikan akan menindak mas­kapai yang ketahuan menaikkan tarif tiket pesawat melebihi Tarif Batas Atas (TBA).

BKS-sapaan akrab Budi Karya Sumadi, mengaku tidak akan segan-segan memberi sanksi kepada maskapai yang melanggar ketentuan batas harga tiket pesawat.

“Saya sudah ingatkan kepada para maskapai agar tidak men­jual tiket pesawat melebihi batas. Nanti akan ada sanksi bagi yang melanggar,” tegas BKS dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (30/3/2024).

Karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat yang akan mudik menggunakan transpor­tasi udara agar berangkat ketika H-10 hingga H-5 Lebaran.

Hal ini dilakukan untuk meng­hindari kenaikan tarif tiket yang semakin tinggi menjelang hari raya Idul Fitri.

Selain itu, sebagai antisipasi menghindari penumpukan yang terjadi di bandara.

“H-4 dan H-3 itu yang ter­tinggi tarif tiketnya. Dengan dasar itu, kami minta melakukan penerbangan dari H-10 sampai H-5,” imbaunya.

Eks Dirut Angkasa Pura ll ini mengungkapkan, sebenarnya ke­luhan harga tiket pesawat mahal banyak berasal dari penumpang kelas bisnis.

Padahal, menurut BKS, bu­kan kewenangan Kemenhub mengatur harga tiket kelas pe­sawat kelas bisnis. Melainkan, menjadi kewenangan maskapai sepenuhnya.

“Kalau kelas bisnis itu nggak ada TBA-nya. Jadi, maskapai penerbangan berhak untuk menetapkan sendiri,” tegasnya.

Ketentuan TBA dan Tarif Batas Bawah (TBB) yang diatur Kemenhub, lanjutnya, hanya berlaku untuk tiket pesawat kelas ekonomi.

Karena itu, Kemenhub tidak dapat menindak jika ada laporan harga tiket pesawat mahal, tetapi ternyata kelas bisnis.

“Kalau ekonomi kewenangan kami dan kami akan lakukan improvement sesuai peraturan,” tuturnya.

BKS memastikan, sejauh ini belum ada maskapai yang me­langgar aturan TBA di musim mudik Lebaran tahun ini.

Ketua umum Asosiasi Peng­guna Jasa Penerbangan Indone­sia (APJAPI) Alvin Lie mengatakan, 77 persen penumpang pesawat di Indonesia menganggap harga tiket masih wajar. Kategori ini wajar, murah dan sangat murah.

Menurut Alvin, hanya 23 persen penumpang yang menganggap harga tiket pesawat di Indonesia mahal dan sangat mahal.

APJAPI memperoleh kesim­pulan tersebut setelah melaku­kan penyebaran 7.400 kuesioner pada penumpang pada akhir tahun 2023 sampai dengan awal tahun 2024 di bandara-bandara Indonesia.

“Para penumpang tersebut telah memegang boarding pass, artinya mereka benar-benar masyarakat yang akan terbang, bukan masyarakat umum,” kata Alvin.

Alvin mengungkapkan, ternyata 91 persen penumpang pesawat tidak mengetahui ada komponen harga tiket selain tarif.

Padahal, di dalam komponen harga tiket tersebut terdapat biaya-biaya lain seperti PJP2U atau Passenger Service Charge (PSC) untuk pengelola bandara, pajak dan iuran wajib penerbangan untuk pemerintah.

Dalam kondisi harga bahan bakar avtur yang tinggi, juga akan ada tambahan fuel sur­charge pada tiket.

Tambahan biaya-biaya terse­but yang membuat harga tiket pesawat bisa menjadi mahal.

Dalam kondisi itu, masyarakat selalu menyatakan hal tersebut adalah tanggung jawab maskapai penerbangan.

Menurut Alvin, diperlukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat terkait hal-hal terse­but, sehingga masyarakat se­makin paham dengan tanggung jawab masing-masing pihak dalam bisnis penerbangan.

Ketua Dewan Pembina Indonesia National Air Carriers Association (INACA) yang juga Di­rektur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra tidak terkejut dengan hal tersebut.

Menurutnya, para penumpang pesawat sebenarnya sebagian besar adalah orang mampu.

“Orang Indonesia yang naik pesawat itu hanya sekitar 5 juta orang. Karena, mereka naik pesawat beberapa kali pulang pergi, sehingga jumlah penum­pang menjadi puluhan hingga ratusan juta,” ujarnya.

Di sisi lain, kata Irfan, indus­tri penerbangan adalah indus­tri berteknologi canggih yang pengoperasiannya perlu biaya tinggi.

Jadi, tidak relevan lagi jika tarif penerbangan masih diatur Pemerintah seperti saat ini. Se­bab, hal ini dapat menyulitkan perkembangan industri pener­bangan dan menyulitkan pening­katan layanan pada penumpang.

Sementara, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menilai, sosialisasi dan edukasi perlu terus menerus dilakukan dengan kerja sama semua pi­hak baik maskapai, bandara, Pemerintah maupun asosiasi masyarakat.

“Perlu kerja sama dalam so­sialisasi dan edukasi pada ma­syarakat sehingga dapat mendu­kung operasional penerbangan lebih efektif dan efisien. Pada akhirnya, hasilnya nanti juga untuk peningkatan layanan pada masyarakat,” tandasnya.https://belahsamping.com/wp-admin/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*