Ingat Nih, Menhub Tak Segan Berikan Sanksi
MENTERI Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memastikan akan menindak maskapai yang ketahuan menaikkan tarif tiket pesawat melebihi Tarif Batas Atas (TBA).
BKS-sapaan akrab Budi Karya Sumadi, mengaku tidak akan segan-segan memberi sanksi kepada maskapai yang melanggar ketentuan batas harga tiket pesawat.
“Saya sudah ingatkan kepada para maskapai agar tidak menjual tiket pesawat melebihi batas. Nanti akan ada sanksi bagi yang melanggar,” tegas BKS dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (30/3/2024).
Karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat yang akan mudik menggunakan transportasi udara agar berangkat ketika H-10 hingga H-5 Lebaran.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kenaikan tarif tiket yang semakin tinggi menjelang hari raya Idul Fitri.
Selain itu, sebagai antisipasi menghindari penumpukan yang terjadi di bandara.
“H-4 dan H-3 itu yang tertinggi tarif tiketnya. Dengan dasar itu, kami minta melakukan penerbangan dari H-10 sampai H-5,” imbaunya.
Eks Dirut Angkasa Pura ll ini mengungkapkan, sebenarnya keluhan harga tiket pesawat mahal banyak berasal dari penumpang kelas bisnis.
Padahal, menurut BKS, bukan kewenangan Kemenhub mengatur harga tiket kelas pesawat kelas bisnis. Melainkan, menjadi kewenangan maskapai sepenuhnya.
“Kalau kelas bisnis itu nggak ada TBA-nya. Jadi, maskapai penerbangan berhak untuk menetapkan sendiri,” tegasnya.
Ketentuan TBA dan Tarif Batas Bawah (TBB) yang diatur Kemenhub, lanjutnya, hanya berlaku untuk tiket pesawat kelas ekonomi.
Karena itu, Kemenhub tidak dapat menindak jika ada laporan harga tiket pesawat mahal, tetapi ternyata kelas bisnis.
“Kalau ekonomi kewenangan kami dan kami akan lakukan improvement sesuai peraturan,” tuturnya.
BKS memastikan, sejauh ini belum ada maskapai yang melanggar aturan TBA di musim mudik Lebaran tahun ini.
Ketua umum Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie mengatakan, 77 persen penumpang pesawat di Indonesia menganggap harga tiket masih wajar. Kategori ini wajar, murah dan sangat murah.
Menurut Alvin, hanya 23 persen penumpang yang menganggap harga tiket pesawat di Indonesia mahal dan sangat mahal.
APJAPI memperoleh kesimpulan tersebut setelah melakukan penyebaran 7.400 kuesioner pada penumpang pada akhir tahun 2023 sampai dengan awal tahun 2024 di bandara-bandara Indonesia.
“Para penumpang tersebut telah memegang boarding pass, artinya mereka benar-benar masyarakat yang akan terbang, bukan masyarakat umum,” kata Alvin.
Alvin mengungkapkan, ternyata 91 persen penumpang pesawat tidak mengetahui ada komponen harga tiket selain tarif.
Padahal, di dalam komponen harga tiket tersebut terdapat biaya-biaya lain seperti PJP2U atau Passenger Service Charge (PSC) untuk pengelola bandara, pajak dan iuran wajib penerbangan untuk pemerintah.
Tambahan biaya-biaya tersebut yang membuat harga tiket pesawat bisa menjadi mahal.
Dalam kondisi itu, masyarakat selalu menyatakan hal tersebut adalah tanggung jawab maskapai penerbangan.
Menurut Alvin, diperlukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat terkait hal-hal tersebut, sehingga masyarakat semakin paham dengan tanggung jawab masing-masing pihak dalam bisnis penerbangan.
Ketua Dewan Pembina Indonesia National Air Carriers Association (INACA) yang juga Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra tidak terkejut dengan hal tersebut.
Menurutnya, para penumpang pesawat sebenarnya sebagian besar adalah orang mampu.
“Orang Indonesia yang naik pesawat itu hanya sekitar 5 juta orang. Karena, mereka naik pesawat beberapa kali pulang pergi, sehingga jumlah penumpang menjadi puluhan hingga ratusan juta,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Irfan, industri penerbangan adalah industri berteknologi canggih yang pengoperasiannya perlu biaya tinggi.
Jadi, tidak relevan lagi jika tarif penerbangan masih diatur Pemerintah seperti saat ini. Sebab, hal ini dapat menyulitkan perkembangan industri penerbangan dan menyulitkan peningkatan layanan pada penumpang.
Sementara, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menilai, sosialisasi dan edukasi perlu terus menerus dilakukan dengan kerja sama semua pihak baik maskapai, bandara, Pemerintah maupun asosiasi masyarakat.
“Perlu kerja sama dalam sosialisasi dan edukasi pada masyarakat sehingga dapat mendukung operasional penerbangan lebih efektif dan efisien. Pada akhirnya, hasilnya nanti juga untuk peningkatan layanan pada masyarakat,” tandasnya.https://belahsamping.com/wp-admin/